Senin, 19 Juli 2010

Bokong

Bokong
Saturday, 17 July 2010
Pada mulanya Maus tidak begitu suka nonton tivi. Selain tidak hobi,ia sering tidak punya waktu bersantai. Waktunya habis untuk bekerja di kantor. Kalaupun di rumah ia lebih sering berada di ruang baca untuk menyelesaikan pekerjaan kantor yang sengaja dibawanya pulang ke rumah.

Ia malah seringkali cerewet mengomeli dua anaknya yang seharian memelototi pesawat kaca itu.Tak jarang kecerewetannya mengundang reaksi tandingan dari istrinya. ”Kenapa sih Pap ribut-ribut. Biarkan saja. Toh mereka tidak nakal.Daripada mereka keluyuran kan lebih baik nonton tivi di rumah!” kata istrinya suatu saat ketika ia kembali memarahi anak-anaknya. ”Ah, Mama ini gimana sih.

Kalau anak-anak itu pekerjaannya saban hari nonton tivi, bagaimana mereka dapat mengembangkan imajinasi, kreativitas dan kemampuan motorik mereka? Mestinya mereka harus bermain di halaman, kumpul dengan anak-anak sebaya, sepakbola,layang-layang atau apalah yang lain. Dengan itu mereka juga belajar bersosialisasi”. ”Papa ini sok ilmiah. Kalau mereka main di luar, keluyuran sama teman-temannya siapa yang ngawasi. Belum lagi nanti baju kotor, berkelahi dengan temannya,pulang telat.

Mama juga yang repot.Papa enak di kantor, tapi Mama payah!” Jawab istrinya dengan ketus. Persengketaan pendapat itu makin melebar ketika Maus tidak saja mengomeli anaknya tetapi juga istrinya yang hobi nonton sinetron, sampai-sampai hafal setiap jam tayang sinetron-sinetron di berbagai saluran. ”Mam,” katanya suatu sore. ”Mbok jangan sering-sering nonton sinetron. Ceritanya cengeng, tidak bermutu. Coba lihat, anakanakmu juga ikut-ikutan nonton nanti jiwa mereka jadi lembek. Siaran lainkanbanyak”.

”Papa inikokmakin hari makin cerewet sih. Apa Mama disuruh nonton tinju atau sepakbola.Sukasuka dong.KanMama yang nonton, bukan Papa. Demokratis dikit kenapa sih.Kalau Papa enggaksuka ya udah,ndakusah nonton beres kan!” Sahut istrinya dengan garang. Seperti biasanya Maus tak berkutik dan pergi. Tapi pada suatu malam semuanya berubah.Waktu itu istrinya terlelap di depan tivi yang masih menyala. Maus mula-mula hendak mematikannya. Iseng-iseng dia mengganti saluran.

Tiba-tiba ia terhenyak. Matanya seperti terhipnotis ketika melihat seorang artis melenggut- lenggut menyanyi. Kalau sekedar nyanyi Maus sama sekali tak suka. Tapi ini lain. Maus terduduk, ia tak tahu lagu apa yang dinyanyikan penyanyi itu. Matanya hanya tertuju pada pantat penyanyinya. Maus tak habis pikir bagaimana bokong sebesar buah duren itu dapat meliuk-liuk seperti per.

Maus ngakaksampai keluar air matanya, ”Gila, hebat, goyang terus!” Ia mencoba menirukannya tapi sebentar saja keringatnya terperas, pinggulnya ngilu dan ngakak-nya makin keras. Semenjak itu topik pertengkaran keluarganya berganti. Ia tak lagi memarahi istri dan anakanaknya nonton tivi, tapi berebut remote dengan mereka. Istrinya mencak-mencak, anak-anaknya menjerit-jerit, tapi Maus tak mau mengalah kali ini. Semboyannya hanya satu: ”sinetron no,kartun no, bokong yes!” Istri dan anak-anaknya kalah, diam-diam tanpa persetujuannya istrinya membeli tivi baru,Maus tak peduli.

Maus benar-benar menemukan dunia baru. Pikirannya terobsesi pada bokong yang dapat melenturlentur seperti per itu.Ia membacabaca buku biologi yang membahas masalah organ tubuh manusia dan penasaran kenapa bagian bawah pinggul dengan dua tonjolan daging itu disebut pantat atau bokong ”Mengapa ya, dua gundukan daging di bagian belakang sebelah bawah itu yang di sebut bokong,kenapa tidak kepala saja yang disebut bokong dan bokong disebut saja kepala,” tanya Maus dalam hati.

”Toh kedua-duanya sama-sama dapat bergerak dan meliuk-liuk.Kedua- duanya juga punya kesamaan. Kalau kepala punya lobang kecil bernama mulut untuk memasukkan makanan, bokong juga punya lobang kecil bernama anus untuk mengeluarkan makanan. Dengan demikian,antara bokongdan kepala mempunyai kedudukan yang sederajat. Jadi,selama ini pula manusia telah bertindak diskriminasi terhadap bokong, ini harus diluruskan,” Maus ketawa lebar dengan kesimpulannya itu.

Maus jadi punya hobi baru. Ia seringkali memaksa ikut kalau istrinya berkunjung ke tetangga atau kerabat yang baru melahirkan untuk melihat bayinya.Kalau istrinya memuji dan mengelus ketampanan si bayi, Maus justru mengangkat dan menelungkupkan bayi itu, dielus-elus dan diciuminya pantat si bayi.Ia tidak peduli wajah masam istrinya dan wajah bingung tuan dan nyonya rumah.

Kalau Maus berjumpa dengan anak-anak disempatkannya mengelus atau paling tidak menepuk bokong-nya. Ia juga tak bosan-bosannya mengajak berdiskusi dengan orang lain tentang segala hal yang berkaitan dengan bokong berikut segala eksistensinya. Maus rajin mengikuti seminar-seminar yang berkaitan dengan organ manusia, baik itu seminar kedokteran atau bidang lain.

Pengetahuan dan pemahamannya tentang bokong makin bertambah,bahkan ia semakin fasih berbicara mengenai bokong, baik bokong an sich atau dihubungkan dengan fenomena yang lain. Maus menjadi terkenal, ia sering diminta berbicara dalam forumforum resmi.Dalam waktu setahun saja dua bukunya telah diterbitkan penerbit bergengsi di ibu kota.

Yang satu berjudul Bokong Antara Keadilan dan Diskriminasi.Dan buku kedua Bokong dan Mentalisme Budaya Kita.Keduanya laku keras di pasaran dan belum setahun sudah diterbitkan ulang. Meskipun Maus telah jadi pakar bokong, Maus belum dapat menemukan jawaban mengapa bokong orang dapat berbeda-beda. Mengapa ada bokong yang tepos, bokongyang gepeng,bokong semok, bokong semlohe, bokong besar, bokong padat atau bokong yang besar tapi gembur, padahal pada saat bayi bokong memiliki ukuran yang relatif sama.

Diam-diam pula Maus iri pada kaum perempuan yang bulatan bokongnya selalu lebih besar dan menonjol di banding laki-laki. Maus benar-benar serius sebagai pengamat dan pecinta bokong. Ia setiap hari dengan menenteng tustel kecil huntingberburu bokong ke segala tempat.Ia sering berjamjam nongkrong di mal, di plaza, di pasar, di kolam renang,di diskotek atau di tempat lain untuk memotret bokong orang, terutama sekali bokong perempuan, karena menurutnya bokong perempuan jauh bervariasi di banding laki-laki.

Kamarnya penuh dengan tempelan foto-foto bokongsegala ukuran dan segala posisi. Dengan rajin ia menggunakan rumus-rumus statistik untuk mendata, mencatat dan mengolah ukuran bokong yang ia temukan yang kemudian dikelompok- kelompokkannya. Bahkan Mausberusahamembuatpenelitian dan pemetaan tentang korelasi pekerjaan seseorang dengan besarnya pantat.

Untuk itu ia memotret, mewawancarai, mengelus, dan mengukur berbagai pantat orang dengan berbagai profesi. Ada penyanyi, guru, dokter, dosen,tukang sampah, mahasiswi, pelajar, selebritis, ibu rumah tangga, gelandangan, tentara,insinyurbahkanpelacur. Selain melakukan penelitian itu Maus juga berharap dapat menemukan bokong yang mempunyai gumpalan daging lebih dari dua.

Ia yakin di antara sekian juta manusia pasti ada yang punya bokongdengan tiga gumpalan daging.Membayangkan bokong dengan tiga gumpalan daging membuat Maus makin bersemangat.Ia tersenyum-senyum membayangkan ada bokongdengan tiga gumpalan besar meliuk-liuk. ”Ah,betapa dahsyat dan fantastisnya!” Katanya dalam hati.

Bahkan ia memasang iklan di berbagai koran mengimbau kepada setiap orang yang mempunyai bokong dengan tiga gumpalan atau lebih untuk menghubunginya dan ia bersedia membayar mahal untuk meraba, mengamati, mengukur, kemudian mendokumentasikannya. Tiga tahun berlampau tak ada ditemuinya bokongseperti itu,sampai pada suatu ketika temannya seorang dokter mengabarinya tentang sesuatu yang luar biasa. ”Ini benar-benar dahsyat.

Di rumahku tadi malam ada seorang pasien perempuan yang datang berobat. Saat aku hendak menyuntiknya aku melihat gumpalan pantatnya lebih dari dua!” Kata temannya itu bersemangat. ”Ah, yang bener?” Maus tak langsung percaya, ”Kamu nggak salah hitung?” ”Sumpah, aku lihat dengan mataku sendiri,”temannya itu meyakinkannya. ”Berapa gumpalan daging pantatnya, tiga?”Maus menyelidik. ”Enam!!” sergah dokter itu tegas. ”Enam?? Gila.

Kamu jangan ngaco lho!” Maus mendelik dan merasa dipermainkan. ”Sumpah mati, enam!”Teriak temannya dengan keras. ”Masak aku membohongimu.Kemarin sudah kubujuk baik-baik untuk kuajak ke sini tapi ia menolak,mungkin malu”. ”Lalu di mana ia sekarang? Kamu tanya alamatnya nggak? Kita harus segera memburunya,bisa-bisa ia nanti menyembunyikan diri karena malu”Maus makin bersemangat.

”Tenang. Sabar. Dia sudah kuamankan. Karena kubujuk ia tidak mau,maka kusuntik bius dia.Sampai sekarang ia masih kelenger di tempat praktekku”. ”Ayo kita segera ke sana.Tapi bius yang kau suntikkan nggak over dosis kan? Jangan-jangan ia mati,” Maus jadi khawatir. ”Jangan khawatir, aku jadi dokter tidak kemarin sore, sudah puluhan tahun.Kujamin save-lah dia”kata temannya.

Dengan mobil mereka berdua segera meluncur ke rumah temannya itu.Sampai di sana perempuan itu masih lelap tertidur.Maus menjadi gugup.Sebagai seorang pakar sekali pandang saja ia tahu perempuan itu pasti memiliki pantat dengan ukuran besar. Dengan gemetar ia menengkurapkan tubuh perempuan itu.Gugupnya tambah menjadi-jadi ketika dengan tergesa- gesa ia melepas celana perempuan itu untuk melihat bokongnya. Maus terpesona. Matanya menyembul seperti mau keluar.Mulutnya melongo.

Ia benar-benar melihat bokong itu mempunyai enam buah gumpalan daging sekaligus. Semuanya dalam ukuran yang hampir sama. Ia segera sibuk memotret bokongitu dengan berbagai posisi.Maus kagum bukan buatan. Tangannya tambah gemetaran dan keinginan untuk meraba dan mengelus tak dapat di tahan lagi. ”Tolong, pinjam meteran atau penggaris,” katanya sambil meraba dengan perasaan heran,bangga, kagum, sayang, takjub, haru, dan entah apa lagi.

Bahkan kemudian dengan rakus diciuminya bokong terbuka itu kuat-kuat saking gemasnya. ”Jangkrik!” tiba-tiba Maus meloncat bangun.Tangannya membersihkan wajah dan mulutnya yang penuh dengan cairan nanah dan darah. Tersenggal-senggal dimuntahkannya cairan yang sebagian sudah tertelan dalam mulut dan perutnya. ”Goblok kamu,gumpalan itu bukan daging,itu bisul ...!”(*)

Ngawi,005/008

WIDIJANTO,
Lahir di Ngawi, 18 April 1969.
Menyelesaikan sarjananya di Jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia IKIP Malang tahun 1992.
Pada tahun 2006 menyelesaikan program
pascasarjananya pada jurusan yang sama.

1 komentar: